Mendekati
pemilihan umum yang katanya rahasia, akan tetapi nyatanya sudah tidak rahasia
lagi adanya simbolisasi berbaju putih. Tidak ada rahasia lagi diantara kita, tiba-tiba
kedatangan tamu. Bawasanya ia menyampaikan kalau di wilayahnya sudah kedatangan
tamu agung calon wakil rakyat. Ternyata calon wakil rakyat itu bernama amplop
sak isine.
Barangkali
tidak sekadar omong kosong, semua mengatasnamakan rakyat. Sebuah istilah,
simbol atau apalah jika mendengarkan nama kerakyatan seakan-akan menjadi
berhala. Kerakyatan menjadi idola yang terus saja diteriakan bagi semua yang
berkepentingan.
Mereka menginginkan
pemimpin yang merakyat. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat itu menjadi perlambang
kerakyatan. Jika mengatasnamakan rakyat, ketika mereka sudah jadi anggota dewan
maka pakaian yang mereka pakai seharusnya dilepaskan. Jika bicara di hadapan
rakyat sudah tidak lagi berbaju partai.
Jika mereka
korupsi sudah tidak lagi berbaju partai. Sehingga ketika kena OTT KPK yang jadi
bualan omong kosong partai politik yang mengusungnya, tapi menjadi reinterprestasi
dari rakyat itu sendiri. Kenyataanya mereka adalah perwakilan dari
partai-partai. DPR pun hanya sekadar wadahnya orang-orang partai yang
berlindung diketiak perwakilan rakyat.
Jadi jika
ada partai atau individu mengatasnamakan rakyat itu hanyalah omong kosong, yang
mereka butuhkan suara rakyat. Maka yang blusukan dan sok merakyat bukan dirinya
yang nantinya mewakili rakyat, justru sembako dan selembar rupiah.
Semakin
memahamkan bawasanya wakil rakyat yang baik adalah mereka yang memberikan
sesuatu. Begitupun sebaliknya rakyat menyatakan pemimpin atau wakil rakyat yang
baik adalah mereka yang dapat memberikan kontribusi bagi dirinya.
Wahai calon
wakil rakyat, rakyat tidak butuh diri anda sebagai pribadi yang merakyat. Rakyat
hanya membutuhkan apa yang bisa anda berikan kepada mereka.
“My
nation is humanity (kebangsaan saya adalah perikemanusiaan)”
(Mahatma
Gandhi)
Lukni
An Nairi
16/04/2019
0 Comments